Komplikasi: TBC TULANG dengan GANGGUAN
FUNGSI LEVER
|
Sumber: Majalah Trubus, April 2005
Anita, penderita penyakit TBC TULANG
sekaligus GANGGUAN FUNGSI LEVER sehingga obat-obatan anti TPU seperti
Ethambutol HCL & Pyrazinamide tidak diberikan. Obat itu mengganggu fungsi
LEVER yang menyebabkan peningkatan enzim lever beberapa kali lipat. Padahal
lever berperan penting dalam menetralisir racun. Kondisi Anita amat
mengenaskan. Ia lumpuh, tubuh kurus, bobot tubuhnya 45kg. Hingga Anita
menggunakan VCO sebagai solusi penyembuhannya, ia mengkonsumsi VCO sebelum
makan, setelah makan barulah menelan obat-obatan dokter.
2 pekan kemudian, bobot tubuhnya naik 1kg.
Peningkatan bobot tubuh adalah satu diantara parameter keberhasilan pengobatan
TBC. Nafsu makan bertambah baik. Sebulan kemudian naik lagi 2 kg. Penambahan
VCO memberikan hasil yang memuaskan. 3 bulan berselang, Anita sudah dapat
berjalan lagi.
PENYAKIT
LIVER / HEPATITIS
|
Liver merupakan organ penting dalam tubuh.
Liver bertugas menghilangkan racun, membentuk protein & lemak, mensekresi
hormone, menyimpan vitamin & mineral, memproduksi empedu yang diperlukan
untuk pencernaan & fungsi lainnya.
Dua gangguan liver paling umum yang kita
dengar adalah HEPATITIS & CIRRHOSIS. Hepatitis merupakan istilah umum yang
mengindikasikan peradangan.
Hepatitis dapat disebabkan oleh virus,
bakteri, alcohol, & efek obat-obatan. HEPATITIS yang disebabkan oleh virus
yaitu HEPATITIS A, B, & C.
Virus hepatitis A ditularkan melalui sanitasi
& hygine yang kurang baik.
Hepatitis C adalah yang paling parah dari
ketiga hepatitis tersebut.
Kerusakan yang diakibatkan oleh radikal bebas
sangat mempengaruhi kemampuan liver untuk berfungsi & kalau tidak diobati
dapat menghasilkan kegagalan fungsi organ tubuh & kematian.
Rutin
konsumsi VCO Mencegah & Mengobati
Penyakit Liver / Hepatitis
Sumber : Majalah Trubus, Desember 2005 (Hanni
Sofi a/Peliput: Destika Cahyana & Lastioro Anmi)
Testimoni
dari Pak Adi Sasono,
Mantan Menteri Koperasi & Pengusaha Kecil Menengah Kabinet Reformasi
Pembangunan Presiden BJ Habibie:
Suatu
hari di penghujung 1997, saat kondisi tubuh tengah prima, Adi Sasono mengiyakan
tawaran untuk uji kesehatan di laboratorium. Alih-alih memperoleh bukti
kebugaran, yang didapat malah kabar buruk. Virus hepatitis C telah bersarang di
dalam tubuh. Untuk mencari kesembuhan, RS Mount Elizabeth Singapura pun
disambangi. Gagal di Singapura, Pak Adi menuju RS Loyola di Chicago, Amerika
Serikat (tempatnya para hepatologis terbaik dunia) untuk mengobati hepatitis
yang diidapnya. Lelah melanglang buana untuk mengobati hepatitis, perjalanan
berakhir di Yogyakarta, tempat pertama Pak Adi meminum VCO.
Pak Adi tak merasakan gejala apa pun
sebelumnya. Ia tak mengenal rasa sakit di seputaran ulu hati seperti pengidap
hepatitis C. Suami Male Maria itu tetap saja menjalankan aktivitas tanpa
terganggu virus yang berada di tubuh. Badan segar bugar tanpa ada keluhan
sakit. “Saat masih menjabat menteri, saya bahkan tidur hanya 3-4 jam sehari,”
ujarnya.
Namun, rupanya tubuh mantan ketua Ikatan
Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) itu layaknya menyimpan bom waktu. Tes
kesehatan di Klinik Pramitra Surabaya memperlihatkan, virus hepatitis C, awal
dari sirosis alias kanker hati, bersarang di badan.
Virus itu ibarat silent killer yang
merontokkan organ hati secara perlahan. “Baru terasa setelah minimal 26 minggu
karena masa inkubasi virus memakan waktu lama,” tutur Prof Dr Nurul Akbar, SpPDKGEH, ahli hepatologi di Jakarta.
Menurutnya pada sebagian kasus, virus hepatitis C tinggal dalam tubuh meski
penderita terlihat sehat. Itu yang dinamakan hepatitis C kronis & mungkin
menyebabkan kerusakan hati secara progresif. Penderita berpotensi menularkannya
pada orang lain.
Itulah yang dialami putra Adnan Martawiredja.
Sejak diketahui mengidap hepatitis C, ia baru merasakan kehadiran penyakit 2
tahun kemudian. Itu artinya penyakit telah beranjak menjadi kronis. Tahun baru
1999 pun menjadi begitu pahit baginya. Adi mesti pasrah saat dilarikan ke Rumah
Sakit Mount Elizabeth, Singapura. Dalam satu pekan ia didera rasa lemas, mual,
& pegal di persendian.
Pindah
ke Herbal
Sepulang dari Singapura, penanganan kesehatan
Pak Adi diambil alih tim dokter kepresidenan (saat itu beliau masih menjabat
Menteri Koperasi & Pengusaha Kecil Menengah Kabinet Reformasi Pembangunan).
“Rutin 2-3 kali seminggu saya disuntik interferon,” tutur pria 7 cucu itu.
Selang dua bulan bukannya malah membaik, kondisi Adi justru menurun. Rasa pegal
di tubuh kian menjadi. Satu per satu rambut rontok & kulit di sekitar wajah
menghitam.
Alumnus Teknik Sipil ITB itu kemudian mencoba
peruntungan ke rumah sakit University of Catholic Loyola, Chicago, Amerika
Serikat. Di sanalah para hepatologis terbaik di dunia berkumpul. Namun, Adi
mesti menelan pil pahit. “Belum ada vaksin yang ampuh untuk hepatitis,”
paparnya menirukan ucapan dokter. Suntikan interferon satu-satunya obat yang
ditawarkan medis. Padahal, efek samping suntikan membuatnya kerap menggigil,
menahan mual, & pegal-pegal.
Dalam kebimbangan, Adi Sasono memutuskan
mencari kesembuhan lewat jalur alternatif. Pijat refleksi dari ahli di
Cikajang, Garut, Jawa Barat, menjadi pilihan pertama untuk mengobati hepatitis
yang dideritanya. Seminggu 3 kali ia rutin menyambangi Cikajang. Ibarat
melempar batu ke permukaan air tenang, perlahan gelombangnya menghilang, tetapi
batu masih tetap tinggal di dalam. Sama halnya dengan usaha Adi mempertahankan
kesehatan. Setelah dipijat, kondisi tubuh menjadi prima. “Hanya saja virusnya
tetap ada dalam tubuh,” ujarnya.
Ketua umum Partai Merdeka itu tak segan
mencoba beraneka jamu. “Dari temulawak, cuka apel, sampai madu pahit saya
konsumsi,” tutur pria berjuluk The Indonesian’s Most Dangerous Man versi
majalah Far Eastern Economic Review, Desember 1998. Itu belum termasuk kiriman
jamu & obat tradisional dari para rekan & kolega di daerah. “Saya minum
saja semua,” kelakarnya. Ramuan herbal itu memang bermanfaat, Kesehatannya
meningkat drastis. Mantan general manager PT Krama Yudha Philips Welding
Electrode Manufacturing itu percaya, obat tradisional sanggup meningkatkan daya
tahan tubuh. “Dengan daya tahan prima, tubuh bisa mengatasi gempuran penyakit,”
ungkapnya. Toh, ia masih saja mesti berdamai dengan virus hepatitis yang enggan
enyah dari tubuh. “Saya mesti berbagi hidup dengan penyakit itu,” ucapnya.
Minyak
Dara
Tujuh tahun ia menghabiskan hidup sebagai
carier hepatitis. Suatu ketika dipenghujung 2004 ia berjumpa dengan Bambang
Setiadji, peneliti di Yogyakarta. Dari sanalah perkenalannya dengan VCO
berawal. Bambang yang meneliti VCO menyarankan Pak Adi mengkonsumsi minyak dara
secara rutin.
Pak Adi yakin pilihannya kali itu tak
meleset, ia meneguk 1-2 sendok makan VCO sehari tanpa konsumsi obat lain. Dalam
hitungan minggu kondisi tubuhnya bertambah prima. Semangat beraktivitas terasa
meluap. Awal Oktober 2005, noktah cerah kesembuhan mulai tampak di mata pria 62
tahun itu. Hasil tes SGPT (Serum
Glutamic Pyruvic Transaminase) normal di kisaran 15-17 IU & SGOT (Serum
Glutamic Oxaloacetic Transaminase) pun beranjak stabil di angka 17-20 IU.
Demikian pula tes Virus hepatitis dalam
tubuhnya dinyatakan negatif alias telah musnah. Kurang yakin, tes laboratorium
di lain tempat pun dilakukan. & didapat hasil yang serupa. Pantas bila
konsumsi VCO yang mengandung Lauric acid (asam Laurat) kadar tinggi, tetap saja
dilakukan sebagai wujud syukur.
Didukung
Riset
Kisah kesembuhan Adi Sasono itu sebuah
keniscayaan. Penelitian yang dilakukan Bartolotta
S. & rekan sejawatnya di Universidad
Tidak Buenos Udara, Ciudad Universitaria, Buenos Aires, Argentina,
menunjukkan asam laurat atau C12 paling efektif menghadang tahap pendewasaan
siklus replikasi virus. Lauric acid (asam Laurat) dalam tubuh bekerja
mengurangi hasil sekresi virus & menghambat tekanan patogen virus, tanpa
mempengaruhi kelangsungan hidup sel dalam jaringan tubuh.
Dokter yang dihubungi Trubus, Prof Dr Nurul Akbar SpPD-KGEH,
menjelaskan hepatitis disebabkan oleh virus yang dalam jangka waktu 6 bulan
sejak terinfeksi menjadi akut & bila dibiarkan hingga 6 bulan berikutnya
menjadi kronis. Virus masuk ke dalam sel hati & secara bertahap merusak sel
hepar.
Virus itu menyebabkan organ hati meradang
& bila pecah akan menyebabkan tubuh menjadi kuning sewarna biliburin. Warna
itu akan muncul secara fisik di permukaan kulit, sela-sela kuku jari tangan,
& putih di mata. Itulah yang menjadi cirri penderita hepatitis.
Jadi, bila ada obat yang bisa menghambat
proses replikasi virus sangat disarankan. Selama ini dunia medis mengenal
interferon yang berfungsi memperbaiki hati. “Namun, tingkat keberhasilan
interferon hanya 10-15%,” ungkap Prof Dr Nurul Akbar, SpPD-KGEH. Meski di
lapangan interferon sanggup mengurangi penderitaan akibat hepatitis sebanyak
40%, tapi kemampuannya memusnahkan virus masih kecil.
J.
Kabara, Ph.D.,
profesor emeritus dari Michigan State University, Illinois, Amerika Serikat,
dalam buku Minyak Kelapa dalam Bidang Kesehatan & Penyakit, yang ditulis
Conrado S. Dayrit, MD.FACC.FPCC. FPCP., telah mempelajari aspek nutrisi & kesehatan
minyak kelapa murni selama lebih dari 30 tahun. Laboratorium lipidnya menemukan
minyak kelapa tanpa pemanasan yang tergolong raw food (makanan mentah untuk
diet) di Amerika Serikat, mengandung 47-59% asam lemak jenuh rantai sedang
alias medium chain fatty acid (MCFA) & monoglyceride. Asam lemak itu berupa
lauric acid, myristic acid, palmitic acid, stearic acid, linoleic acid, & sebagainya.
Dengan kandungan itu minyak dara baik dikonsumsi penderita hepatitis demi
menghambat pertumbuhan virus dalam tubuh.
Yellia
Mangan,
herbalis di Jakarta Selatan, mengamini bahwa hepatitis berasal dari telur-telur
parasit yang berkembang menjadi virus. Virus patogen itu bermantel lemak yang
elastis & aktif. Organisme itu dapat bergerak, menyusup ke bukaan kecil,
& bereplika sebanyak mungkin.
Karena diselimuti lipid alias lemak, virus
hepatitis sulit ditembus obat apa pun. Riset yang dilakukan Thormar H., Isaacs CE., & rekan-rekannya
di Institut Biologi, Universitas Islandia, Grensavegi, Reykjavik, menunjukkan
medium chain fatty acid merupakan bahan yang sangat aktif melawan virus yang
bermantel lipid.
Percobaan Thormar & rekan-rekannya
diawali dengan menguji sejumlah asam lemak yang merupakan komponen normal lipid
terhadap virus bermantel lipid & virus yang tak bermantel lipid. Hasil
menunjukkan, asam lemak jenuh rantai medium sangat aktif melawan virus
bermantel lipid, walaupun konsentrasi asam lemak yang diperlukan untuk
inaktivasi virus sebanyak 20 kali lipat. & tak satu pun asam lemak yang
meng-inaktivasi virus tak bermantel lipid.
Monoglyceride asam lemak itu bersifat
antiviral yang dalam beberapa kasus memiliki konsentrasi 10 kali lebih rendah
dari free fatty acid-nya. Antiviral asam lemak itu ditemukan berdampak pada
virus bermantel lipid, penyebab kebocoran. Pada konsentrasi lebih tinggi ia
mendisintegrasi sempurna virus bermantel lipid. Peristiwa itu akan diikuti
terjadinya sel virus lisis alias hancur & kematian pun menjemput sang virus
patogen.
Th ormar melakukan percobaan lain dengan
memasukkan asam lemak jenuh rantai medium ke dalam koloni virus bermantel lipid.
Itu menyebabkan pengurangan jumlah virus 3.000-10.000 kali lipat selama masa
inkubasi pada 37°C dalam waktu 30 menit.
Hal serupa dijelaskan kembali oleh J. Kabara, Ph.D., dari Michigan State
University, Illinois, Amerika Serikat. Penelitian yang dilakukan sejak awal
1966 menunjukkan senyawa lemak sederhana justru efektif untuk menonaktifkan
virus bermantel lipid dengan cara merusak membran lipid dari organisme itu.
& di antara sekian banyak saturated fatty acid, lauric acid memiliki
aktivitas antiviral maksimal.
Penelitian itu menggunakan virus-virus
prototype yang telah dipilih atau dikenali. Mereka representatif dengan strain
virus bermantel lipid yang menyerang manusia. Mantel dari virus itu adalah
lapisan membran lipid. Setelah diinokulasikan lauric acid & monolaurinnya,
virus-virus menjadi rapuh. Rantai MCFA (Medium Chain Fatty Acid) & kandungannya
bereaksi dengan cara merusak membran lipid virus. Akhirnya virus itu menjadi
nonaktif dalam tubuh manusia. Percobaan juga menggunakan saturated fatty acid
tipe lain.
Menurut Kabara & rekan-rekannya saturated
fatty acid lebih panjang dari rantai C14, sehingga tidak mempunyai
aktivitas signifikan terhadap virus. & dari MCFA, lauric acid C12 paling
potensial, terutama kandungan monoglyceride alias monolaurin. Bahan itu lebih
aktif daripada caprilic acid C8, caprie acid C10, atau myristic acid C14.
Sedangkan dilaurin & trilaurin sama sekali tidak memiliki aktivitas.
Pantas jika para peneliti itu sepakat, asam
lemak jenuh berantai sedang yang terkandung dalam VCO efektif dikonsumsi untuk
mencegah kehadiran & memusnahkan virus patogen. Berbagai penelitian itu
menguatkan bukti empiris khasiat VCO menumpas virus hepatitis yang dialami Pak
Adi Sasono. Sumber : trubus-online.co.id
- Desember 2005.
Para
peneliti telah menemukan VCO mengandung MCFA yang bermanfaat besar dalam
kesehatan liver. MCFA (medium chain fatty acid = berupa lauric acid, myristic
acid, palmitic acid, stearic acid, linoleic acid, & sebagainya) langsung
disalurkan ke dalam liver dari saluran pencernaan. Virus yang menyebabkan
hepatitis tidak diaktifkan oleh MCFA, jadi membantu system kekebalan dalam
memerangi infeksi yang berbahaya.
Virus
hepatitis adalah virus yang memiliki selubung lemak di bagian luarnya
sehingga sulit ditembus oleh obat. Struktur asam lemak jenuh rantai sedang
dalam VCO memiliki struktur yang mirip selubung lemak virus sehingga VCO
dapat menembus masuk & membunuh virus hepatitis. Selain itu VCO juga mencegah kerusakan sel
hati akibat radikal bebas yang disebabkan oleh virus, obat atau alkohol
karena memiliki efek sebagai antioksidan.
|
Mardi
Nugroho, SS, 36Th, PNS, Kaltim, Hp : 0813257519xx
Saya didiagnosis oleh dokter mengindap virus HEPATITIS, virus ini merupakan kanker hati yang secara
perlahan & pasti akan merusak organ hati & berakibat serius jika
tidak segera diobati.
Keluhan yang sering saya alami badan lemas,
badan lebih cepat lelah, sering terasa sakit di otot, mudah pusing, sering
tidak tahan terhadap hawa dingin, jika kondisi tubuh drop (menurun) atau
kelelahan maka pada kuku akan berubah berwarna kuning, & mata juga
berwarna kuning, tubuh menjadi semakin kurus, pernah mencoba menanyakan harga
obat untuk hepatistis harganya 1 juta-an hanya untuk 1x minum, sungguh terasa
berat buat saya.
Alhamdulillah, setelah minum VCO sehari 4x
2 sendok makan selama 2 bulan, gejala sakit perlahan berkurang & sembuh,
saya merasakan badan benar-benar fit tidak gampang capek lagi, hawa dingin
yang dulunya tidak tahan sekarang sudah tidak lagi, mata & kuku yang
dulunya jika kelelahan menjadi berwarna kuning sekarang sudah normal lagi.
|